Menabur Benih Kepekaan, Memanen Pelajaran Arsitektur
Galih W. Pangarsa
emampuan mengamati alam, atau "membaca lingkungan" baik dalam skala tapak maupun regional, tidak diperoleh dengan tiba-tiba. Bahkan mustahil diajarkan hanya dengan buku dan gambar. Betapa banyak pun gambar itu. Kejelian membaca itu memerlukan kepekaan yang lebih banyak didominasi potensi spiritual, ketimbang potensi intelektual. Bila telah cukup peka, maka dari alam, manusia dapat menarik banyak sekali pelajaran. Bahkan boleh dikatakan tak terhingga bagi keterbatasan jangkauan ruang dan waktu si manusia. Pengamatan itu bisa dilakukan pada paras fisiknya sebagai bahan bangunan atau elemen arsitektural, bisa juga merupakan penyimpulan pada paras konsepsual dari tata-jalinan unsur pembentuknya dari berbagai skala (dari skala nano sampai skala semesta), sampai pada paras filosofinya. Batas akhir pencapaian pemahaman manusia adalah pada paras hakikat (energi ruhaniyah, atau gerak-getar zat-ketenagaan). Karena itu dikatakan proses itu ibarat menanam benih kepekaan. Ada yang berhasil menikmati panen raya, namun tak sedikit pula yang kepekaannya mati terbunuh hama sifat tercela.
Mas Mamo adalah sangat sedikit di antara arsitek di Indonesia yang dengan sengaja memproses kepekaan dirinya dengan mengamati seksama unsur-unsur alam. Berikut adalah sebagian kecil dokumentasi Mas Mamo tentang pengamatannya pada lingkungan.
0 Komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan akun valid. Terimakasih kunjungan Anda
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda